Tugas
terstruktur Dosen
pembimbing
Sejarah
Islam Asia Tenggara Drs. Dardiri. M.A
ISLAM DI PHILIPINA
DI SUSUN
OLEH
ALPRIYANDI
DONI SAPUTRA
MUHAMMAD LUTFI
TASWIRUDIN
JURUSAN
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS
TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN
SYARIF KASIM RIAU
PEKANBARU
2011
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur kehadirat
Allah SWT, yang dengan rahmat dan inayah-Nya. Makalah ini disusun untuk
memenuhi mata kuliah Sejarah Islam Asia Tenggara yang telah diberikan oleh dosen
pembimbing tepat waktunya walaupun cukup sederhana.
Penulis juga mengucapkan terima kasih
kepada Bapak Drs. Dardiri M.A selaku dosen pembimbing mata kuliah Sejarah Islam
Asia Tenggara. Penulis juga berterima kasih pada teman-teman yang telah memberi
pengarahan dan petunjuk dalam pembuatan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan
makalah ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu kritik dan saran dari
dosen pembimbing maupun teman-teman sangat penulis harapkan tegur sapanya untuk perbaikan
makalah ini dan selanjutnya.
Kepada Allah SWT, kami memohon taufik
dan hidayah-Nya semoga dalam pembuatan makalah ini senantiasa dalam
keridhaannya-Nya. Amin.
Pekanbaru, April 2011
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................ 1
DAFTAR ISI.............................................................................................................. 2
BAB I. PENDAHULUAN
- Latar Belakang................................................................................................ 3
- Tujuan............................................................................................................. 3
BAB II. PEMBAHASAN
- Sejarah Islam Masuk di Philipina...................................................................... 4
- Islam Pada Masa Sepanyol.............................................................................. 5
- Islam Pada Masa Imperalisme Amerika Serikat................................................ 6
- Islam Pada Masa Peralihan.............................................................................. 7
- Islam Pada Masa Pasca Kemerdekaan Hingga Sekarang.................................. 8
BAB III. PENUTUP
- Kesimpulan..................................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................. 12
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Asia tenggara adalah sebutan untuk wilayah daratan Asia bagian timur yang
terdiri dari jazirah Indo-Cina dan kepulauan yang banyak serta termasuk dalam
Negara Indonesia dan Philipina. Melihat sejarah masa lalu, terlihat bahwa Islam
bukanlah agama pertama yang tumbuh pesat, akan tetapi Islam masuk ke lapisan
masyarakat yang waktu itu telah memiliki peradaban, budaya, dan agama. Taufiq
Abdullah menulis dalam bukunya renaisans islam di asia tenggara, bahwa
kawasan asia tenggara terbagi menjadi 3 bagian berdasarkan atas pengaruh yagn
diterima wilayah tersebut.Pertama, adalah wilayah indianized southeast
asia, asia tenggara yang dipengaruhi India yang dalam hal ini hindu dan budha. Kedua,
sinized south east asia, wilayah yang mendapatkan pengaruh china, adalah
Vietnam. Ketiga, yatu wilayah asia tenggara yang dispanyolkan, atau
hispainized south east asia, yaitu philipina.
Ketiga pembagian tersebut seolah meniadakan pengaruh Islam yang begitu
besar di Asia tenggara, khususnya Philipina. Seperti tertulis bahwa philipina
termasuk negara yang terpengaruhi oleh spanyol. Hal itu benar adanya, akan
tetapi pranata kehidupan di Philipina juga terpengaruhi oleh Islam pada masa
penjajahan Amerika dan Spanyol. Sedikit makalah dibawah ini akan menyingkap
dengan singkat tentang sejarah masuknya Islam di Philipina.
B. Tujuan
Dalam pembuatan makalah ini penulis
mempunyai maksud dan tujuan antara lain :
a. Memberi
pemahaman tentang sejarah Islam masuk di Philipina.
b. Untuk
bahan diskusi pada mata kuliah Sejarah Islam Asia Tenggara.
c. Untuk
memenuhi tugas mata kuliah yang diberikan dosen pembimbimg.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Sejarah
Islam Masuk di Philipina
Islam di asia menurut Dr. Hamid mempunyai 3 bentuk penyebaran. Pertama,
penyebaran Islam melahirkan mayoritas penduduk. Kedua, kelompok minoritas
Islam. Ketiga, kelompok negara-negara Islam tertindas. Faktor lain yang sangat
penting dalam mendorong terjadinya konversi massal kepada Islam pada masa
perdagangan ini adalah asosiasi Islam dengan kekayaan. Bisa di pastikan
masyarakat lokal di indo-melayu pertama kali bertemu dan berinteraksi dengan
orang-orang muslim pendatang di wilayah pesisir dan pelabuhan[1].
Dalam bukunya yang berjudul Islam Sebagai Kekuatan International, Dr.
Hamid mencantumkan bahwa Islam di Philipina merupakan salah satu kelompok minoritas
diantara negara-negara yang lain. Dari
statisitk demografi pada tahun 1977, Masyarakat Philipina berjumlah 44.300.000
jiwa. Sedangkan jumlah masyarakat Muslim 2.348.000 jiwa. Dengan prosentase 5,3%
dengan unsur dominan komunitas Mindanao dan mogondinao. Hal itu pastinya
tidak lepas dari sejarah latar belakang Islam di negeri philipina. Bahkan lebih
dari itu, bukan hanya penjajahan saja, akan tetapi konflik internal yang masih
berlanjut sampai saat ini.[2]
Sejarah masuknya Islam masuk ke wilayah Philipina Selatan, khususnya
kepulauan Sulu dan Mindanao pada tahun 1380 M. Seorang tabib dan ulama Arab
bernama Karimul Makhdum dan Raja Baguinda tercatat sebagai orang pertama yang
menyebarkan ajaran Islam di kepulauan tersebut. Menurut catatan sejarah, Raja
Baguinda adalah seorang pangeran dari Minangkabau (Sumatra Barat)[3]. Ia
tiba di kepulauan Sulu sepuluh tahun setelah berhasil mendakwahkan Islam di
kepulauan Zamboanga dan Basilan. Atas hasil kerja kerasnya juga, akhirnya
Kabungsuwan Manguindanao, raja terkenal dari Manguindanao memeluk Islam. Dari
sinilah awal peradaban Islam di wilayah ini mulai dirintis. Pada masa itu,
sudah dikenal sistem pemerintahan dan peraturan hukum yaitu Manguindanao Code
of Law atau Luwaran yang didasarkan atas Minhaj dan Fathu-i-Qareeb,
Taqreebu-i-Intifa dan Mir-atu-Thullab. Manguindanao kemudian menjadi seorang
Datuk yang berkuasa di propinsi Davao di bagian tenggara pulau Mindanao.
Setelah itu, Islam disebarkan ke pulau Lanao dan bagian utara Zamboanga serta
daerah pantai lainnya. Sepanjang garis pantai kepulauan Philipina semuanya
berada dibawah kekuasaan pemimpin-pemimpin Islam yang bergelar Datuk atau Raja.
Menurut ahli sejarah kata Manila (ibukota Filipina sekarang) berasal dari kata
Amanullah (negeri Allah yang aman)
B.
Islam
Pada Masa Spanyol
Sejak masuknya orang-orang Spanyol ke Philipina, pada 16 Maret 1521 M,
penduduk pribumi telah mencium adanya maksud lain dibalik “ekspedisi ilmiah”
Ferdinand de Magellans. Ketika kolonial Spanyol menaklukan wilayah utara dengan
mudah dan tanpa perlawanan berarti, tidak demikian halnya dengan wilayah
selatan. Mereka justru menemukan penduduk wilayah selatan melakukan perlawanan
sangat gigih, berani dan pantang menyerah. Tentara kolonial Spanyol harus
bertempur mati-matian kilometer demi kilometer untuk mencapai Mindanao-Sulu
(kesultanan Sulu takluk pada tahun 1876 M). Menghabiskan lebih dari 375 tahun
masa kolonialisme dengan perang berkelanjutan melawan kaum Muslimin. walaupun
demikian, kaum Muslimin tidak pernah dapat ditundukan secara total. Selama masa
kolonial, gejala pasca kolonialisme adalah kristenisasi dan philipinasi yang
menyebabkan kegelisahan terpendam di kalangan kam Muslim akan masa depan mereka
yang hidup dalam bangsa Philipina[4].
Spanyol menerapkan politik devide and rule (pecah belah dan kuasai) serta
mision-sacre (misi suci Kristenisasi) terhadap orang-orang Islam. Bahkan
orang-orang Islam di-stigmatisasi (julukan terhadap hal-hal yang buruk) sebagai
“Moor” (Moro). Artinya orang yang buta huruf, jahat, tidak bertuhan dan
huramentados (tukang bunuh). Sejak saat itu julukan Moro melekat pada orang-orang
Islam yang mendiami kawasan Philipina Selatan tersebut. Tahun 1578 M terjadi
perang besar yang melibatkan orang Philipina sendiri. Penduduk pribumi wilayah
Utara yang telah dikristenkan dilibatkan dalam ketentaraan kolonial Spanyol,
kemudian di adu domba dan disuruh berperang melawan orang-orang Islam di
selatan. Sehingga terjadilah peperangan antar orang Philipina sendiri dengan
mengatasnamakan “misi suci”. Dari sinilah kemudian timbul kebencian dan rasa
curiga orang-orang Kristen Philipina terhadap Bangsa Moro yang Islam hingga
sekarang. Sejarah mencatat, orang Islam pertama yang masuk Kristen akibat
politik yang dijalankan kolonial Spanyol ini adalah istri Raja Humabon dari
pulau Cebu,
C.
Islam
Pada Masa Imperalisme Amerika Serikat
Sekalipun Spanyol gagal menundukkan Mindanao dan Sulu, Spanyol tetap
menganggap kedua wilayah itu merupakan bagian dari teritorialnya. Secara tidak
sah dan tak bermoral, Spanyol kemudian menjual Philipina kepada Amerika Serikat
seharga US$ 20 juta pada tahun 1898 M melalui Traktat Paris. Amerika datang ke
Mindanao dengan menampilkan diri sebagai seorang sahabat yang baik dan dapat
dipercaya. Dan inilah karakter musuh-musuh Islam sebenarnya pada abad ini. Hal
ini dibuktikan dengan ditandatanganinya Traktat Bates (20 Agustus 1898 M) yang
menjanjikan kebebasan beragama, kebebasan mengungkapkan pendapat, kebebasan
mendapatkan pendidikan bagi Bangsa Moro.
Namun traktat tersebut hanya taktik mengambil hati orang-orang Islam agar
tidak memberontak, karena pada saat yang sama Amerika tengah disibukkan dengan
pemberontakan kaum revolusioner Filipina Utara pimpinan Emilio Aguinaldo.
Terbukti setelah kaum revolusioner kalah pada 1902 M, kebijakan AS di Mindanao
dan Sulu bergeser kepada sikap campur tangan langsung dan penjajahan terbuka.
Setahun kemudian (1903 M) Mindanao dan Sulu disatukan menjadi wilayah propinsi
Moroland dengan alasan untuk memberadabkan (civilizing) rakyat Mindanao dan
Sulu. Periode berikutnya tercatat pertempuran antara kedua belah pihak.
Teofisto Guingona, Sr. mencatat antara tahun 1914-1920 rata-rata terjadi 19
kali pertempuran. Tahun 1921-1923, terjadi 21 kali pertempuran. Patut dicatat
bahwa selama periode 1898-1902, AS ternyata telah menggunakan waktu tersebut
untuk membebaskan tanah serta hutan di wilayah Moro untuk keperluan ekspansi
para kapitalis. Bahkan periode 1903-1913 dihabiskan AS untuk memerangi berbagai
kelompok perlawanan Bangsa Moro. Namun Amerika memandang peperangan tak cukup
efektif meredam perlawanan Bangsa Moro, Amerika akhirnya menerapkan strategi
penjajahan melalui kebijakan pendidikan dan bujukan. Kebijakan ini kemudian
disempurnakan oleh orang-orang Amerika sebagai ciri khas penjajahan mereka.
Kebijakan pendidikan dan bujukan yang diterapkan Amerika terbukti merupakan
strategi yang sangat efektif dalam meredam perlawanan Bangsa Moro.
Sebagai hasilnya, kohesitas politik
dan kesatuan diantara masyarakat Muslim mulai berantakan dan basis budaya mulai
diserang oleh norma-norma Barat. Pada dasarnya kebijakan ini lebih disebabkan
keinginan Amerika memasukkan kaum Muslimin ke dalam arus utama masyarakat
Filipina di Utara dan mengasimilasi kaum Muslim ke dalam tradisi dan kebiasaan
orang-orang Kristen. Seiring dengan berkurangnya kekuasaan politik para Sultan
dan berpindahnya kekuasaan secara bertahap ke Manila, pendekatan ini sedikit
demi sedikit mengancam tradisi kemandirian[5].
D.
Islam
Pada Masa Peralihan
Masa pra-kemerdekaan ditandai dengan masa peralihan kekuasaan dari penjajah
Amerika ke pemerintah Kristen Philipina di Utara. Untuk menggabungkan ekonomi
Moroland ke dalam sistem kapitalis, diberlakukanlah hukum-hukum tanah warisan
jajahan AS yang sangat kapitalistis seperti Land Registration Act No. 496
(November 1902) yang menyatakan keharusan pendaftaran tanah dalam bentuk
tertulis, ditandatangani dan di bawah sumpah. Kemudian Philippine Commission
Act No. 718 (4 April 1903) yang menyatakan hibah tanah dari para Sultan, Datu,
atau kepala Suku Non-Kristen sebagai tidak sah, jika dilakukan tanpa ada
wewenang atau izin dari pemerintah.
Demikian juga Public Land Act No. 296 (7 Oktober 1903) yang menyatakan
semua tanah yang tidak didaftarkan sesuai dengan Land Registration Act No. 496
sebagai tanah negara, The Mining Law of 1905 yang menyatakan semua tanah negara
di Philipina sebagai tanah yang bebas, terbuka untuk eksplorasi, pemilikan dan
pembelian oleh WN Philipina dan AS, serta Cadastral Act of 1907 yang membolehkan
penduduk setempat (Philipina) yang berpendidikan, dan para spekulan tanah
Amerika, yang lebih paham dengan urusan birokrasi, untuk melegalisasi
klaim-klaim atas tanah. Pada intinya ketentuan tentang hukum tanah ini
merupakan legalisasi penyitaan tanah-tanah kaum Muslimin (tanah adat dan
ulayat) oleh pemerintah kolonial AS dan pemerintah Philipina di Utara yang
menguntungkan para kapitalis. Pemberlakukan Quino-Recto Colonialization Act No.
4197 pada 12 Februari 1935 menandai upaya pemerintah Philipina yang lebih
agresif untuk membuka tanah dan menjajah Mindanao. Pemerintah mula-mula
berkonsentrasi pada pembangunan jalan dan survei-survei tanah negara, sebelum
membangun koloni-koloni pertanian yang baru. NLSA – National Land Settlement
Administration – didirikan berdasarkan Act No. 441 pada 1939. Di bawah NLSA,
tiga pemukiman besar yang menampung ribuan pemukim dari Utara dibangun di
propinsi Cotabato Lama.
Bahkan seorang senator Manuel L. Quezon pada 1936-1944 gigih
mengkampanyekan program pemukiman besar-besaran orang-orang Utara dengan tujuan
untuk menghancurkan keragaman (homogenity) dan keunggulan jumlah Bangsa Moro di
Mindanao serta berusaha mengintegrasikan mereka ke dalam masyarakat Philipina
secara umum. Kepemilikan tanah yang begitu mudah dan mendapat legalisasi dari
pemerintah tersebut mendorong migrasi dan pemukiman besar-besaran orang-orang
Utara ke Mindanao. Banyak pemukim yang datang, seperti di Kidapawan,
Manguindanao, mengakui bahwa motif utama kedatangan mereka ke Mindanao adalah
untuk mendapatkan tanah. Untuk menarik banyak pemukim dari utara ke Mindanao,
pemerintah membangun koloni-koloni yang disubsidi lengkap dengan seluruh alat
bantu yang diperlukan. Konsep penjajahan melalui koloni ini diteruskan oleh
pemerintah Filipina begitu AS hengkang dari negeri tersebut. Sehingga perlahan
tapi pasti orang-orang Moro menjadi minoritas di tanah mereka[6]. Akibat
ada kebijakan menempatkan orang-orang kristen di mindanau mengakibatkan lahirnya gerakan Muslim Independent Movemenc (MIM) di
tahun 1960-an[7]
E.
Islam
Pada Masa Pasca Kemerdekaan Hingga Sekarang
Kemerdekaan yang didapatkan Philipina (1946 M) dari Amerika Serikat
ternyata tidak memiliki arti khusus bagi Bangsa Moro. Hengkangnya penjajah pertama
(Amerika Serikat) dari Philipina ternyata memunculkan penjajah lainnya
(pemerintah Philipina). Namun patut dicatat, pada masa ini perjuangan Bangsa
Moro memasuki babak baru dengan dibentuknya front perlawanan yang lebih
terorganisir dan maju, seperti MIM, Anshar-el-Islam, MNLF, MILF, MNLF-Reformis,
BMIF.
Namun pada saat yang sama juga sebagai masa terpecahnya kekuatan Bangsa
Moro menjadi faksi-faksi yang melemahkan perjuangan mereka secara keseluruhan.
Pada awal kemerdekaan, pemerintah Philipina disibukkan dengan pemberontakan
kaum komunis Hukbalahab dan Hukbong Bayan Laban Sa Hapon. Sehingga tekanan
terhadap perlawanan Bangsa Moro dikurangi. Gerombolan komunis Hukbalahab ini
awalnya merupakan gerakan rakyat anti penjajahan Jepang. Setelah Jepang
menyerah, mereka mengarahkan perlawanannya ke pemerintah Philipina.
Pemberontakan ini baru bisa diatasi di masa Ramon Magsaysay, menteri pertahanan
pada masa pemerintahan Eipidio Qurino (1948-1953). Tekanan semakin terasa hebat
dan berat ketika Ferdinand Marcos berkuasa (1965-1986). Dibandingkan dengan
masa pemerintahan semua presiden Philipina dari Jose Rizal sampai Fidel Ramos
maka masa pemerintahan Ferdinand Marcos merupakan masa pemerintahan paling
represif bagi Bangsa Moro. Pembentukan Muslim Independent Movement (MIM) pada
1968 dan Moro Liberation Front (MLF) pada 1971 tak bisa dilepaskan dari sikap
politik Marcos yang lebih dikenal dengan Presidential Proclamation No. 1081
itu. Perkembangan berikutnya kita semua tahu. MLF sebagai induk perjuangan
Bangsa Moro akhirnya terpecah. Pertama, Moro National Liberation Front (MNLF)
pimpinan Nurulhaj Misuari yang berideologikan nasionalis-sekuler. Kedua, Moro
Islamic Liberation Front (MILF) pimpinan Salamat Hashim, seorang ulama pejuang,
yang murni berideologikan Islam dan bercita-cita mendirikan negara Islam di Philipina
Selatan.
Namun dalam perjalanannya, ternyata MNLF pimpinan Nur Misuari mengalami
perpecahan kembali menjadi kelompok MNLF-Reformis pimpinan Dimas Pundato (1981)
dan kelompok Abu Sayyaf pimpinan Abdurrazak Janjalani (1993). Tentu saja perpecahan
ini memperlemah perjuangan Bangsa Moro secara keseluruhan dan memperkuat posisi
pemerintah Philipina dalam menghadapi Bangsa Moro. Ditandatanganinya perjanjian
perdamaian antara Nur Misuari (ketua MNLF) dengan Fidel Ramos (Presiden Philipina)
pada 30 Agustus 1996 terus melakukan politik rekonsiliasi nasional dalam
pengertian luas dengan semua golongan hingga Indonesia menjadi penengah dan
telah dilaksanakan di Jakarta[8]
Disatu pihak mereka menghendaki diselesaikannya konflik dengan cara
diplomatik (diwakili oleh MNLF), sementara pihak lainnya menghendaki perjuangan
bersenjata/jihad (diwakili oleh MILF). Semua pihak memandang caranyalah yang
paling tepat dan efektif. Namun agaknya Ramos telah memilih salah satu diantara
mereka walaupun dengan penuh resiko. “Semua orang harus memilih, tidak mungkin
memuaskan semua pihak,” katanya. Dan jadilah bangsa Moro seperti saat ini,
minoritas di negeri sendiri.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari telusuran diatas, begitu kentara bahwasanya Islam masuk Philipina
dengan jalan yang tidak mulus, berliku dan harus menghadapi rintangan dan
hambatan dari dalam maupun luar negeri. Imbasnya, maka pada awal tahun 1970-an,
Islam di Philipina merupakan komunitas minoritas dan tinggal di beberapa daerah
dan pulau khusus. Dengan suatu konsekwensi bagi kaum minoritas Islam
berseberangan degnan kepentingan pemerintah, hingga timbullah konflik yang
berkepanjanangan antara pemerintah dan komunitas muslim.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Azra, Azyumardi , Renainsans Islam Asia Tenggara Sejarah Wacana dan Kekuasaan, Bandung:
PT Remaja Rosdakarya, 1999
Thohir. Ajid, Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam: Melacak Akar-Akar
Sejarah, Social, Politik, dan Budaya Umat Islam, Jakarta: PT RajaGrafindo, 2004
http://cintailmoe.wordpress.com/sejarah
islam-di-philipina/
http://www.duniaislam.com
http://www.wikipedia.com
[1]
Prof.
Azyumardi Azra, M.A, Renainsans Islam
Asia Tenggara Sejarah Wacana dan Kekuasaan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
1999) hal. 22
[2]
http://cintailmoe.wordpress.com/sejarah
islam-di-philipina/
[4]
Ajid
Thohir, Perkembangan Peradaban di Kawasan
Dunia Islam: Melacak Akar-Akar Sejarah, Social, Politik, dan Budaya Umat Islam, (Jakarta: PT RajaGrafindo, 2004) hal. 275
[5] http://cintailmoe.wordpress.com/sejarah
islam-di-philipina/
[7]
Ajid
Thohir, Perkembangan Peradaban di Kawasan
Dunia Islam: Melacak Akar-Akar Sejarah, Social, Politik, dan Budaya Umat Islam, (Jakarta: PT RajaGrafindo, 2004) hal. 277
[8] Ibid, hal. 278
Tidak ada komentar:
Posting Komentar