Jumat, 30 Desember 2011

bani abbasiyah


Jan 12, '09 12:01 AM
for everyone
BAB II
PEMBAHASAN
Kepemimpinan Pada Masa Bani Umayyah Dan Bani Abasiyah
1. Kepemimpinan Pada Masa Bani Umayyah
Kerajaan Bani Umayyah didirikan oleh Muawiyah bin Abu Sufyan pada tahun 41 H/661 M di Damaskus dan berlangsung hingga pada tahun 132H/750 M.Muawiyah bin Abu sufyan adalah seorang politisi handal di mana pengalaman politiknya sebagai gubernur Syam pada masa khalifah Utsman bin Affan cukup mengantar dirinya mampu mengambil alih kekuasaan dari gegaman keluarga Ali bin Abi Thalib.Tepatnya setelah Husein putra Ali bin Thalib dapat dikalahkan oleh Umayyah dalam mencapai puncaknya di zaman Al – Walid.

Memasuki masa kekuasaan muawiyyah yang menjadi awal kekuasaan bani umayyah, yang bersifat demokrasi berubah menjadi monarki heredetis ( kerajaan turun temurun). Kekhalifahan muawiyah diperoleh melalui kekerasan, diplomasi, dan tipu daya , tidak dengan pemilihan atau kekuasaan bani Umayyah berumur kurang lebih sembilan puluh tahun. Ibu kota negara dipindahkan dari muawiyah dimadinah ke Damaskus, tempat ia berkuasa sebagai gubernur sebelumnya.

Ada beberapa faktor yang menyebabkan dinasti bani Umayyah menjadi lemah, yaitu:
1. Sistem pergantian khalifah melalui garis keturunan adalah sesuatu yang baru bagi tradisi Arab yang lebih menekankan pada aspek senioritas.

2. Latar belakang terbentuknya Dinasti Bani Umayyah tidak bisa dipisahkan dari konflik-konflik politik yang terjadi dimasa Ali.
3. lemahnya bani Umayyah yang disebabkan oleh adanya sikap hidup yang mewah dilingkungan istana, sehingga anak-anak khalifah tidak sanggup untuk memikul beban berat kenegaraan saat mereka mewarisi kekuasaan.

4. munculnya kekuasaan baru yang dipelopori oleh keturunan Al-Abas Ibnu Al- Mutolib.

Keluarga ini berdiri di Damaskus.Dalam kerajaan ini terdapat satu kekuasaan yang mengembangkan agama, ilmu pengetahuan, kesenian dan perperangan.Dengan sndirinya kerajaan Islam tambah luas dan semangkin banyak pula orang yang menganut Islam dengan keinginan sendiri tanpa paksaan. Kerajaan Umayyah ini telah memperluaskan sayapnya ketengah Asia sampai ke negeri cina dan merayat pula ke Afrika Utara, terus ke Andalusia.

Usaha merintis jalan hidup Islam yang disesuaikan dengan kemajuan alamiyah di dalam satu kesenian campuran yang menjadi keistimewaan sejarah kebudayaan Islam adalah merupakan keistimewaaan kerajaan Bani Umayyah misalnya Masjid Amawi (Al – Jami'ul Amawy) di Damaskus yang didirikan oleh Al – Walid bin Abdul Malik (86 – 96 H/705 – 715) antara tahun 88 dan 96 H yang berarti dalam masa delapan tahun lamanya dengan biaya sangat besar dan tenaga yang sangat besar dan tenaga yang tidak sedikit.

Masa pemerintahan Bani Umayyah dikenal sebagai suatu era agresif, karena banyak kebijakan politiknya yang bertumpu kepada usaha perluasan wilayah dan penaklukan.Hanya dalam jangku waktu 90 tahun, banyak bangsa yang masuk kedalam kekuasaannya.Daerah – daerah itu meliputi Spanyol, Afrika Utara, Syria, Palestina Jazirah Arab, Iraq, Persia, Afganistan, Pakistan, Uzbekistan dan wilayah Afrika Utara sampai Spanyol.Namun demikian, Bani Umayyah banyak berjaa dalam pembangunan berbagai bidang, baik politik, sosial, kebudayaan, seni, maupun ekonomi dan militer, serta teknologi komunikasi.Dalam bidang yang terakhir ini, Muawiyah mencetak uang, mendirikan dinas pos dan tempat – tempat tertentu dengan menyediakan kuda yang lengkap dengan peralatannya disepanjang jalan, beserta angkatan bersenjatanya yang kuat.

Keberhasilan Muawiyah mendiirikan Dinasti Umayyah bukan hanya akibat dari kemenangan terbunuhnya Khalifah Ali, akan tetapi ia memiliki basis rasional yang solid bagi landasan pembangunan politiknya dimasa depan.Adapun faktor keberhasilan tersebut adalah:

1. Dukungan yang kuat dari raktay Syria dari keluarga Bani Umayyah.
2. Sebagai administrator, Muawiyah mampu berbuat secara bijak dalam menempatkan para pembantunya pada jabatan – jabatan penting.
3. Muawiyah memiliki kemampuan yang lebih sebagai negarawan sejati, bahkan mencapai tingkat hilm) sifat tertinggi yang dimiliki oleh para pembesar Mekkah zaman dahulu, yang mana seorang manusia hilm seperti Muawiyah dapat menguasai diri secara mutlak dan mengambil keputusan – keputusan yang menentukan, meskipun ada tekanan dan intimidasi.

Walupun Muawiyah mengubah sistem pemerintahan dari muywarah menjadi monarki. Namun Dinasti ini tetap memakai gelar khalifah.Namun ia memberikan interprestasi baru untuk mengagungkan jabatan tersebut.Dia menyebutnya "Khalifah Allah" dalam pengertian "penguasa" yang diangkat Allah SWT, siapa yang menentangnya adalah kafir Pulungan, 1997:1967 – 1968).

Dengan kata lain pemerintahan Dinasti Bani Umayyah bercorak teokratis, yaitu penguasa yang harus ditaati semata – mata karena imam.Seseorang selama menjadi mukmin tidak boleh melawan khalifahnya, sekalipun ia beranggapan bahwa khalifah adalah seseorang yang memusuhi agama Allah dan tindakan – tindakan khalifah tidak sesuai dengan hukum – hukum syariah.Dengan demikian, meskipun pemimpin dinasti ini menayatakan sebagai khalifah akan tetapi dalam prakteknya memimpin umat Islam sama sekali berbeda dengan khalifah yang tepat sebelumnya, setelah Rasulullah.

Sekalipun masa kerajaan Umayyah ini banyak segi negatifnya, namun dari ilmiah, bahasa, sastra dan lainnya tetap menonjol dan mengambil kedudukan yang layak.Bangsa Arab adalah ahli syair dan para penggemarnya rakyat dan orang – orang kaya memberikan kedudukan khusus bagi para penyair itu dengan memberikan hadiah yang cukup besar dan memuaskan.

Pada masa Bani Umayyah berbagai bidang ilmu pengetahuan telah berkembang misalnya ilmu kedokteran, ilmu kimia, ilmu sejarah, disamping ilmu – ilmu lainnya.Kerajaan Umayyah berdiri atas dasar kefanatikan Arab, hingga buku – buku sastra dan bahasa Arab lebih banyak dari pada bidang – bidang lain, sekalipun cukup memadai.Hal ini dapat dimengerti karena mereka lebih menonjolkan sejarah hidup mereka sendiri dan lebih membanggakan kebangsaan Arab sedangkan warga kerajaan terdiri dari segala keturunan bangsa.Dr.Fuad Mohd.Facruddin, penerbit Bulan Bintang, Jakata, 85)

2. Kepemimpinan Pada Masa Bani Abbasiyah
Kerajaan Abasiyah yang berkedudukan di Bagdad, merupakan satu kerajaan yang dinisabkan kepada Abdul Abbas paman Rasulullah SAW.Kerajaan ini terdiri atas 37 raja yang susul menyusul.Pada masa kerajaan ini, Islam mempunyai puncak kejayaannya disegala bidang kehidupan dan merupakan satu kerajaan Islam yang paling panjang umurnya menurut menurut pendapat mereka kerajaan ini adalah penerus dan penyambung dari keluarga Rasulullah SAW.Setelah Rasulullah wafat, merekalah yang berhak menerima warisan kekuasaan dalam pemerintahan sebab Abbas adalah paman Rasulullah SAW dan berhak mewarisi Rasulullah SAW, mereka berpendapat, bahwa yang berhak mendapat hak warisan adalah pihak keturunan lelaki sedangkan wanita tidak berhak mendapatkannya.Umur kerajaan ini lima kali lipat dari umur kerajaan Umayyah.Sebenarnya kerajaan Abasiyah ini pada mulanya merupakan satu kekuatan yang dipimpin oleh Abdul Abbas As – Saffah (132 – 136 H/750 -754 M) yang berkedudukan di Irak, supaya dengan Iran Persia yang berjasa dalam mendirikan kerajaan ini.

Kekuasaan dinasti Bani Abas atau kahlifah Abbasiyah adalah melanjutkan kekuasaan dinasti bani Umayyah.
Pada masa pemerintahan bani Abbas ini dibagi menjadi lima periode ( Bojena Gajani Stayzewska, tt: 360) yaitu :
1. Periode pertama ( 132 H / 750 M- 232 H/ 847 M) periode pengaruh persia satu.

2. periode kedua (232 H/ 847 M- 334 H /945 M) periode pengaruh turki satu.
3. Periode ketiga (344 H/945 M -447H /1055 M) periode pengaruh persia dua.
4. Periode keempat ( 447 H/ 1055 M- 590 H/1194 M) periode pengaruh turki kedua.

5. Periode kelima ( 590 H/ 1194 M- 656 H/1258 M) periode pengaruh dinasti lain, tetapi kekuasaannya hanya efektif disekitar kota Baghdad.
Pada periode pertama pemerintahan bani Abbas mencapai masa keemasannya ke makmuran rakyat mencapai tingkat tinggi. Pada periode ini juga berhasil menyiapkan landasan bagi perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan dalam Islam namun setelah periode ini berakhir pemerintahan bani Abbas mulai menurun dalam bidang politik meskipun filsafat dan ilmu pengetahuan terus berkembang.

Pada pemerintahan bani Abbasiyah ini, berbeda dari daulau bani Umayyah, bahkan Khalifah-khalifa Abbaslah memakai " gelar tahta". Dengan gelar ini lebih populer dari nama yng sebenarnya.
Dalam bidang pendidikanpun sudah berkembang dan lembaga pendidikannya terdiri dari dua tingkat yaitu :

1. Maktab atau kutup yaitu lembaga pendidikan terendah tempat anak-anak mengenal pendidikan dasar.
2. Para pelajar yang ingin memperdalam ilmunya pergi keluar daerah.
Pada masa pemerintahan, masing – masing memiliki berbagai kemajuan dari beberapa bidang, diantaranya bidang politik, bidang ekonomi, bidang sosial.Pada masing – masing bidang memiliki kelebihan dan kekurangan.

1. Bidang Politik
Walaupun demikian, dalam priode banyak tantangan dan gerakan politik yang menggangu stabitas, baik dari kalangan Abbas sendiri maupun dari luar.Gerakan – gerakan ini seperti sisa – sisa Bani Umayyah dan kalangan intern Bani Abbas, revolusi al – khawarij di Afrika Utara, gerakan Zindik di Persia, gerakan Syi'ah dan konflik antar bangsa serta aliran pemikiran keagamaan, semuanya dapat dipadamkan.

2. Bidang Ekonomi
Pada masa al – Mahdi perekonomian mulai meningkat dengan peningkatan di sektor pertanian, melalui irigasi dan peningkatan hasil pertambangan seperti perak, emas, tembaga dan besi.Terkecuali itu dagang transit antara timur dan barat juga banyak membawa kekayaan.Bahsrah menjadi pelabuhan yang penting.

3. Bidang Sosial
Popularitas daulat Abbasiyah mencapai puncaknya di zaman khulifah Harun Al – Rasyid (786 – 809 M) dan puteranya Al – Ma'mun (813 – 833 M).kekayaan yang banyak dimanfaatkan Harun Al – Rasyid untuk keperluan sosial.Rumah sakit, lembaga pendidikan, dokter dan farmasi didirikan.Pada masanya sudah terdapat paling tidak 800 orang dokter.Disamping itu pemandian – pemandian juga dibangun.Tingkat kemakmuran yang paling tinggi terwujud pada zaman khalifah ini, kesjahteraan sosial, kesehatan, pendidikan, ilmu pengetahuan dan kebudayaan serta kesastaan berada pada zaman keemasannya.

Pemerintah Bani Umayyah adalah pemerintahan yang memiliki wibawa yang besar sekali, meliputi wilayah yang amat luas, mulai dari negeri Sind dan berakhir di negeri Spanyol.Ia demikian kuatnya sehingga apabila seseorang menyaksikannya, pasti akan berpendapat bahwa usaha mengguncangkannya adalah sesuatu yang tidak mudah bagi siapapun.Namun jalan yang ditempuh oleh pemerintahan Bani Umayyah, meskipun ia dipatuhi oleh sejumlah besar manusia yang takluk kepada kekuasaannya, tidak sedikitpun memperoleh penghargaan dan simpati dalam hati mereka.Itulah sebabnya belum sampai berlalu satu abad dari kekuasaan mereka, kaum Bani Abbas berhasil menggulingkan singgasananya dan mencapakkannya dengan mudah sekali.Dan ketika singgasana itu terjatuh, demikian pula para rajanya, tidak seorangpun yang meneteskan air mata menangisi mereka.Adapun penyebab keberhasilan kaum penganjur berdirinya Khalifah Bani Abbas ialah karena mereka berhasil menyadarkan kaum muslimin pada umumnya, bahwa Bani Abbas adalah keluarga yang paling dekat kepada Nabi Muhammad SAW dan bahwasanya mereka akan mengamalkan al – Qur'an dan As – Sunnah Rasul SAW dan menegakkan syari'at Allah.






















BAB III
KESIMPULAN
Sebelum Nabi Muhammad SAW wafat, beliau menyerahkan pemilihan pemimpin pada kaum muslimin, merekalah yang berhak memilihnya.Karena itulah tidak lama setelah beliau wafat sejumlah tokoh muhajirin dan anshor berkumpul di kota Banu Sa'idah Madinah.Mereka bermusyawarahkan siapa yang akan dipilih menjadi pemimpin, dengan semangat ukhwah Islamiah yang tinggi akhirnya Abu Bakar terpilih menjadi Khalifah.

Setelah Abu Bakar menjadi khalifah selama dua tahun, beliau meninggal dunia dan kedudukannya digantikan oleh Umar yang memerintah selama sepuluh tahun, masa jabatannya berakhir dengan kematiannya.Lalu kedudukannya digantikan oleh Utsman yang berlangsung selama dua belas tahun, setelah Utsman wafat masyarakat beramai – ramai membai'at Ali Ibnu Abi Thalib



















DAFTAR PUSTAKA
Hawi Akmal, Kepemimpinan Dalam Islam, Palembang: IAIN Raden Fatah, Press, 2007